Pernah merasa putek dan ingin keluar dari rumah ga? Ga usah saat Covid-19 ini deh, hari-hari biasa aja sebelum ada Covid-19. Pasti semua orang bakal ada saatnya merasa bosen kan? Tapi karena situasi sekarang masih di suasana Covid-19 ya ga bisa dielakkan juga kalau gue dan temen gue tiba-tiba punya ide buat ke Bandung kala weekend datang, ga usah muluk-muluk, sehari aja dipuasin, sisanya nyanteee. Ya karena kami berdua cuma punya free time di weekend yang cuma dua hari aja, kalau lebih mah milih tempat lain aja, haha.
Yup, Awal Desember lalu gue lagi putek banget dan pengen ke tempat tinggi melihat gunung berjejer dari kanan ke kiri ke kanan lagi, ya enggak juga dink. Awalnya cuma pengen ke Bandung aja, tapi ga ngerti mau ngapain. Ga ngerti kesana bakal gabut sendiri atau gimana. Sampai akhirnya tercetuslah ide buat ngajak si D (teman melancong ke korea dan jepangkuh) ini buat main bareng dan langsung disanggupih! Keren! Awalnya kita mau langsung aja tancap gas buat sabtunya yang mana itu tinggal 2 hari lagi, tapi kita batalin karena jempol kakiku lagi cantengan hari jumatnya sampe nginjak pedal gas aja susyah, dan ternyata bapaknya si D saat itu juga lagi ultah. Yassh! Setidaknya ga satu pihak yang batalin karena alesan ga jelas ya. Jadilah kita ubah rencana ke Bandung buat minggu depannya yakni tanggal 11-12 Desember 2021.
Sampai senin kami masih ga paham sebenernya mau ngapain nantinya, sudah saya serahkan ke si D buat cari lokasi maen kami, tapi akhirnya aku juga yang mutusin mau kemana wkwk. Hari Selasa D saya suruh booking travel arnes dari Jakarta ke Sadang karena kalau ga booking sudah pasti ga bakal dapet kursi. Booking done untuk hari Jumat jam 18.00 maka selanjutnya mencari lokasi untuk main. Kami bertekad akan main di hari Sabtunya saja dan di Jumat rebahan santuy ga mau neko-neko. Jadi diputuskanlah untuk main ke Curug Pelangi, Dusun Bambu, lalu ke Sudut Pandang Bandung. Yaashh!
Setelah share lokasi mana saja rencana buat kita main, D menyarankan untuk menghapus Dusun Bambu. Lalu sayapun meng-share rute untuk kita roadtrip ini yaitu berangkat dari Sadang Purwakarta masuk tol lalu keluar Padalarang dan naik ke Lembang dan selanjutnya turun ke Bandung persinggahan terakhir untuk beristirahat semalamnya. Rute ini saya pilih karena pengalaman sebelum-sebelumnya kalau ke Lembang dari Bandung itu sudah pasti bakal kena macet. Dan males juga muter arah kan padahal bisa motong rute yang ternyata sejalur dari Padalarang itu. Dan ternyata pilihan saya tepat sekali, jalur dari Padalarang ke Lembang ini ga ada macet-macetnya, lenggang, ya meskipun jalanannya kecil ya, tipikal jalanan Lembang lah.
Hari Rabu-Kamis saya dan D mencari hotel buat kami inapi malam minggunya. Budget kita terbatas dan kita maunya hotel yang nyaman dan bersih jadi lumayan PR juga buat nyarinya apalagi bulan-bulan sekarang hotel lagi mahal-mahalnya. Bayangkan saja, sebelum Covid-19 saya mendapat harga 250k untuk ruangan dan hotel yang sama yang sekarang harganya 650k semalam. Edan. Mau ambil hotel yang murah daerah pasteur ke atas kok ya males karena pernah dapat pengalaman buruk beberapa waktu lalu menginap di hotel ini. Yap, saya dan K beberapa waktu lalu menginap dengan membooking di last minutes deal hotel di daerah sini saat tiba-tiba ke bandung minggu sore. Dari depan hotel keliatan lengang, masuk ke dalam keliatan lumayan bagus, lah pas masuk ke kamar kok bau kamarnya pengap rokok keras banget, dan lagi ada helai-helai rambut di sprei, euh. Ga mau lagi ah ga mau.
Setelah beberapa pertimbangan, di hari Kamis saya mendapat hotel di daerah Dago dengan harga 213k untuk Twin Bed. Pas juga lokasinya hanya 20 Menit dari lokasi terakhir kami nongkrong (Sudut Pandang Bandung). Jadi ga akan terlalu capek dan enak aja gitu sejalur dan dekat dengan jalan raya juga, jadi kita booking lah dia dengan mode Pay at Hotel, takut-takut nanti ga jadi nginep. Saya lihat review hotel ini cukup baik dan memuaskan dengan nilai 4.6 di review google mapsnya. Ok, cussss.
Hari Jumat tiba, dalam waktu 1,5 jam perjalanan dari Jakarta ke Purwakarta, si D sampai dengan selamat dan tanpa kekurangan apapun. Hanya saja saat itu hujan deras mengguyur ga habis-habis. Saya yang punya niat jahat membiarkan si D jalan kaki ke kontrakan akhirnya ga tega dan saya jemput dengan rasa tulus ikhlas ke Arnes Sadang. Saat akhirnya si D membuka pintu mobil, saya tersenyum riang karena setelah pertemuan terakhir di Bandara 2 tahun lalu dari akhir perjalanan Jepang kami, akhirnya kami bertemu lagi! Mengharukan sekaliii.
Sampai kontrakan kami langsung nonton drakor berdua sambil makan ayam paha atasnya Lazato yang saya pesan via Grabfood yang pas banget datengnya saat saya selesai menjemput D. Mungkin karena saya grogi ketemu si D, saya juga jadi susah memarkirkan mobil saya ke garasi. Lumayan hampir 10 menit lebih saya maju mundur miring buat masukin mobil itu ke garasi, malu sebenernya padahal pas ga ada si D lancar-lancar aja markirin mobil. Hufft. Kami lalu beristirahat dan esoknya pukul 9 pagi kami berangkat ke Lembang, lets goooo!
Lembang, Bandung, 11 Desember 2021
Perjalanan
Perjalanan kami awali pada pukul 09++ dengan mengucap bismillah serta perasaan deg-deg-an karena bakal menyetir di tol arah bandung lagi. Sekedar info ya, para pengendara mobil di tol ini tuh udah kayak pada main film fast furious saking kencengnya naudzubillah. Saya yang sudah di kecepatan 80 km/jam aja masih diklakson geje coba, mentang-mentang tolnya ga serame tol jakarta-cikampek langsung pada kesetanan gitu. Jadi ya sebagai orang baru di dunia persetiran, saya lumayan atut dan butuh nyiapin mental buat nyetir disana lagi.
Nah, pas lagi asyik-asyiknya nyetir kan karena saat itu ga padet, tiba-tiba di KM berapa gitu ada satu polisi naik motor yang nglaksonin saya disuruh minggir ke arah kiri, saya saat itu di posisi paling kanan. Sudah pindah ke lajur kiri, masih dipaksa ke kiri lagi yang itu notabene-nya bahu jalan. Dan tau ga? Bahu jalan saat itu sangat ramai dan orang-orang lagi ngebut disana! Ya mana bisa malih, yang ada itu bakal nyelakain saya dan orang lain dong. Dan setelah ga mempan di saya, dia begituin mobil-mobil di depan saya juga, dan itu bener-bener jadi kacau lah, padahal awalnya santai banget jalanan. Dan tau ga, itu polisi lagi pawaiin dua bus warna hijau dan 1 mobil aja. Ckckck.
Kita bakal minggir kok kalau tahu ada sirine, tapi tolong lah, jangan nyelakain kami juga. Itu kalau kita ga liat kiri dan panik bisa tabrakan beruntun di bahu jalan. Jadi isilop harusnya tau kan cara berkendara yang baik biar tidak terjadi kecelakaan?
Lanjut, setelah misuh-misuh karena kelakuan isilop tadi, akhirnya kami sampai di pintu tol Padalarang dan mulai mengikuti arahan mbak-mbak di google maps untuk belok kanan, kiri, dan lurus. Kami mayan kaget saat tahu kalau jalanan ke arah lembang dari Padalarang itu lumayan kecil, hanya 2 jalur dan muat 2 mobil di kanan-kiri. Ya benar, tipikal jalanan Lembang lah. Memang awal-awalnya jalannya rada rusak ya, tapi makin ke atas jalanannya mulai bagus dan mulus kaya kaki-kaki model iklan hand-body lotion. Tapi siap-siap aja mobilnya, karena tanjakan disana lumayan curam-curam ya, kalau mobil manual atau semi manual pasti asyik itu, lancar jaya.
Nah saat memasuki jalanan yang mulus ini, pemadangan dikanan-kiri sudah dipenuhi dengan perkebunan-perkebunan yang hijau, serta kalau bisa melihat ke belakang, pemandangan kota Padalarang serta bukit-bukit arah barat daya-nya Bandung kelihatan sangat indah membentang dari ujung ke ujung. Udara juga sudah mulai dingin, saatnya menurunkan suhu air conditioner (AC) biar tidak lebih kedinginan lagi hehe. Di Jl. Cimenteng, ada beberapa cafe & resto di kanan jalan yang menghadap ke arah pemandangan kota dibawah sana, saya rasa cafe-cafe ini akan sangat cocok menjadi tempat melepas lelah barang 30 menit sebelum melanjutkan perjalanan ke Lembang yang juga tinggal beberapa menit lol. Tapi karena kami merasa nanggung jadi kami lanjutkan saja berjalan ke arah Curug Pelangi Cimahi yang hanya 4.3 KM lagi perjalanan.
Mawar Melati semuanya indah~ |
Rose Farm, Curug Pelangi
Kebetulan Resto tersebut baru buka 5 hari lalu atau Senin tanggal 6 Desember 2021, suasananya cukup asyik karena konsep resto sendiri bangunannya memakai konsep Joglo dan open garden. Disana kami memesan Nasi Liwet Komplit serta Spagheti Aglio E Olio dan dua cangkir Bajigur hangat. Tampilan dari makanan tersebut sangat menggugah selera dengan piring-piring penyajian yang cantik. Kami yang selain merasa kebelet juga kelaparan akhirnya mulai melahap pilihan menu kami tersebut.
Makanan yang terlihat menggoda tapi tak berasa |
Bajigur hangat sedikit banyak bisa menghangatkan tenggorokan kami yang kering, tapi rasanya sih tidak begitu spesial karena ya rasa bajigur memanglah seperti itu. Santannya tidak begitu terasa, jadi bagi saya penyuka santan ini sedikit merasa kecewa. Untuk Nasi Liwet Komplitnya sambalnya enak sekali, serta sayur asemnya benar-benar terasa pas. Namun untuk spaghetinya, dengan penyajiannya yang sangat menggoda serta sajian porsinya yang mini tersebut, kok ternyata rasanya sangat hambar. Sama sekali tidak ada rasa asin, manis, ataupun rasa-rasa yang sewajarnya ada disana. Entah saat itu chefnya lupa memasukkan bumbu atau entah karena memang dibuat khas seperti itu saya benar-benar tidak tahu. Saya akhirnya berinisiatif untuk menambahkan sambal terasi si D ke dalam mangkok spagheti saya, saya aduk dan campur seratanya, dan akhirnya spaheti tersebut tertolong.
Selesai makan kami lanjutkan ke belakang resto yang ternyata merupakan perkebunan bunga mawar. Kami tahu kalau lokasi tersebut merupakan perkebunan bunga oleh manajer resto yang sempat memberi tahu kami sebelumnya. Kami masuk kesana dengan membayar tiket senilai 15k, tapi ternyata kalaupun tidak membayar juga tidak apa-apa karena saat masuk ke dalam ternyata ada resto lain lagi. Ada juga bapak gojek yang mengendarai motornya ke dalam sana. Kami jalan-jalan saja disana sampai ke area view pegunungan, view tersebut ternyata mengarah ke alley serta villa-villa diseberang sungai, bagus dan udaranya segar sekali.
Alley serta Vila belakang Rose Farm |
Bosan di perkebunan, kami lalu turun dan menyeberang jalan ke arah pintu masuk Curug Pelangi. per orang kami cukup membayar 20k atau 25k saya agak lupa. Dari pintu masuk kami langsung dihadapkan dengan tangga-tangga curam yang mengarah ke bawah curug atau air terjun. Air terjun-pun sudah mulai terlihat dari pintu masuk tersebut. Kami lalu berjalan ke bawah, terus kebawah sambil memikirkan bagaimana cara kami naik ke atas lagi, lol. Iya turun itu mudah, naiknya itu lho yang susah, payah. Saya berkali-kali bertanya ke D apakah yakin mau ke bawah? D selalu menjawab, "Mi, penasaran ga sih dibawah kayak apa?" haha. Iya penasaran, lebih penasaran lagi gimana naiknya ini. Andai aja ada lift khusus penumpang yang mau keluar area curug kan. Kalau ada mah saya ga perlu bertanya mau turun kebawah apa ga.
Curug Cimahi yang kaya air tapi banyak sampahnya juga |
Setelah berkelak-kelok melewati tangga yang mengular kebawah, akhirnya kami sampai disana dengan cipratan air terjun yang tanpa hentinya membelai-belai wajah kami. Kami yang terkapar saat itu memutuskan untuk berhenti dan duduk di ujung tangga tanpa mau kebawah lagi karena jalanannya yang licin serta sampah yang beterbaran disana-sini, iuh. Kami berusaha menikmati pemandangan disana beberapa saat, mengamati orang-orang yang berfoto ria dengan berbagai pose, atau bahkan orang-orang yang naik turun melewati lokasi kami duduk entah yang baru datang atau mau pulang. Hingga akhirnya terdengar suara geludug (petir) dan kami memutuskan untuk naik ke atas.
Naik ke atas itu tidak mudah teman-teman. Setiap dua kali tikungan saya langsung terduduk terkapar capek ngos-ngosan. Kami yang saat itu tidak membawa sebotol airpun merasa bodoh sekali karena saat itu saya merasa seperti akan pingsan kalau tidak meminum seteguk airpun. Untungnya ada ibu-ibu baik hati yang memberi saya aqua kecil sisa minumannya. Ya meskipun sisa saya merasa sangat berterimakasih kepada si ibu karena sisa air tersebut mampu membuat tenggorokan saya lemes dan basah lagi. Saya sempat juga melepas baju wol panjang saya karena keringat dingin mulai bercucuran. Tenang, saya memakai kaos dalaman lagi kok, lalu pelan-pelan naik keatas lagi. Sangat pelan sampai cuma 5 meter behentinya 5 menitan wkwkwk.
Hujan mulai rintik-rintik turun saat saya masih di tangga dan merasa tak berdaya. Lalu saat saya mulai berjalan lagi hujan mulai membesar sampai si D mengeluarkan payungnya dan diberikan kepada saya. D saya suruh berjalan duluan karena saya pikir pintu keluar masih jauh, takut dia kebasahan. Tapi ternyata si D lalu berteriak memberitahu saya kalau pintu keluar cuma tinggal 1 tikungan saja yang akhirnya membuat saya berdiri dan berlari ke pintu keluar bak pemenang lomba maraton, yessss akhirnya!
Kami langsung ke parkiran mobil dan beristirahat didalamnya, pas juga sesampainya di mobil hujan menjadi lebih deras daripada sebelumnya dan kami menikmati waktu beristirahat kami dibawah rintikan hujan sambil mengemut permen kopiko dengan harapan lelah kami cepet pergi hus hus hus.
Sudut Pandang Bandung
Rute jalan pintas yang membuat saya menangis semalam, liat garis kuning? itu lokasi tanjakan mobil yg mogok |
Area Sudut Pandang, ada minimal payment kalau mau duduk disana, tapi kalau hujan ya pasti kebasahan hehe |
Sunset di rooftop Sudut Pandang |
Jembatan merah di area depan sudut pandang, sebelah-sebelahnya masih banyak cafe juga. |
Gormeteria
The plate is even as big as the table, that's how big this portion is. |
Camomile Tea di Gormeteria |
Bandung yang terlihat lengang, beberapa meter kedepan macet ini. |
No comments:
Post a Comment