Capturing the Sun that was set in Batu Belig Beach, Bali |
Perjalanan terimpulsif yang saya lakukan di 2019 saya kukuhkan pada perjalanan saya ke Bali ini. Bermula dari keisengan membuka tiketdotcom ditanggal 20 – 25 desember 2019, dan berbuah mendapatkan tiket PP ke Bali senilai 1,6k dengan pesawat Citilink, membuat saya kelabakan dan dengan impulsifnya membeli tiket ini pada hari itu juga (7 November 2019). Sempat ragu untuk membeli tiket ini, apalagi perjalanan ke Jepang di tanggal 23 November belum juga tuntas. Tapi apalah daya, mumpung dapat libur 5 hari gitu dan mumpung dapat tiket seharga segitu di musim mudik natalan, ya sudahlah saya lemah.. beli deh beli.
Sayapun mulai berpikir keras mencari opsi rute ke Halim Perdana Kusuma di hari Jumat tanggal 20/12 yang sudah bisa dipastikan bakal macet parah karena mudik natal. Damri dari Purwakarta ke HLP tidak ada, mau nge-grab mahal, mau nebeng ke Bos tengsin, eh terus inget dong ada kereta Tegal Ekspress di jam 18.00 dari Cikampek ke Jatinegara! Langsung cao beli tiket seharga 45k ke Jatinegara (belinya pas di Damri tanggal 23/11 pagi saat perjalanan ke CGK buat ke Jepang). Sampai Jatinegara lanjut naik Grabbike seharga 18k kira-kira 20an menit, enak juga ternyata aksesnya HLP ini. Tepat pukul 21.35 pesawatpun terbang ke Bali, sempat terjadi beberapa kali turbulance, tapi syukurlah kita bisa mendarat di Ngurah Rai dengan selamat sentosa. Oh ya, karena saya membeli tiket Citilink dari tiketdotcom, saya mendapatkan makan gratis dari Citilink.
Ini adalah pertama kalinya saya backpackeran ke Bali, awalnya saya berencana untuk tidur saya di Bandara karena kedatangan saya di Bali sudah teramat pagi buta yakni pukul 00.30. Saya sempet ragu takut-takut di Bandara bakal sepi, tapi ternyata jam 1 pagi pun Bandara Ngurah Rai masih rame juga. Namun sayapun tidak jadi tidur di bandara dan memilih untuk booking hotel di Kuta dengan di jemput teman kuliah yang sekarang tinggal di Bali. Saya sudah males tidur di bandara sekarang, apalagi kalau masih bisa mendapatkan hotel seharga 50k untuk tidur dan mandi di pagi harinya. Belajar dari perjalanan sebelumnya, saya butuh mandi di pagi hari biar lebih maksimal jalan-jalan esok harinya. Sampai di hotel saya langsung check in dan tidur sambil was-was karena saya memilih mixed drom dan pada saat itu hanya saya saja wanitanya. Pun karena saat check-in ada satu orang mabok yang melihat saya dengan menyeramkannya jadi saya rada was-was. Untungnya orang mabok itu bukan salah satu yang booking ruangan di hostel ini, jadi saya ga bakal ketemu dia lagi besoknya.
Hari pertama, saya hanya motoran keliling Kuta, Legian, dan Seminyak serta jalan-jalan di Beachwalk. Karena sorenya saya pindah hotel di daerah Seminyak, sorenya pun saya langsung check in dan mendapatkan satu teman dari Nepal bernama Shilpa yang akhirnya saya ajak ke Pantai Batu Belig untuk menikmati sunset bersama. Karena Shilpa harus pulang ke Australia besoknya (dia sekolah di Australia), saya mengajak kenalan bernama Dominica dari Czech Republic untuk berjalan bersama esok harinya. Kami berencana untuk ikut surf lessons for beginner bersama di daerah Uluwatu yakni Pantai Dreamland. Lumayan jauh dari hotel hampir 1 jam motoran, namun sesampainya di Pantai Dreamland Dominica tidak mau lagi ikut surfing karena pelatihnya (Pak Boso 081999610981) tidak menyediakan foto/video saat surfing.
Apalah daya, sayapun akhirnya juga tidak ikut dan kita memutuskan untuk order via Klook surfing di area Legian dengan dokumentasi video gopro disana. Karena ombak yang besar di area Pantai Dreamland, kamipun memutuskan untuk ke Pantai Padang-padang dan berenang disana. Namun, lagi-lagi karena ada biaya tiket masuk sebesar 15k, Dominica tidak mau masuk dan memilih untuk ke Pantai Nyang-nyang. Bagi Dominica, alam seperti hutan dan pantai tidak seharusnya dikenakan biaya masuk, fiuh. Oke, kamipun ke pantai Nyang-nyang setelah memastikan ke tukang parkir di Pantai Padang-padang kalau di Pantai Nyang-nyang gratis alias tidak ada biaya masuk (setelah menarik uang parkir 2k karena tidak jadi parkir). Ya memang tidak ada biaya masuk, tapi lokasi Pantai Nyang-nyang ternyata hampir kayak Pantai Kelingking. Jauh di bawah sana dari tempat kita parkir dan jalannyapun tidak bisa dilalui oleh motor kecuali motor trail. Fiuh.
Belum sampai situ saudara-saudara, sesampainya dibawah, Dominica kesal karena ombaknya ternyata lumayan besar, hawa panas, serta tidak ada tempat untuk berteduh disana. Kitapun memutuskan untuk nanjak naik ke area parkiran setelah semenit berada dibawah. Dia akhirnya bilang “Oke, aku mengerti sekarang kenapa Pantai Padang-padang dikenakan biaya dan disini tidak.” well, telat buk, rontok sudah badan ini. Sesampainya di parkiran dan mengambil motor, kita putuskan untuk melihat Kecak Dance di Pura Uluwatu karena pas juga saat itu di jam-jam sunset kan.
Sudah parkir, sudah jajan minuman, si Dominica tidak mau masuk karena biaya Kecak Dance yang 100k belum termasuk tiket masuk 50k. Alamak, capek aing. Baru kali ini jauh-jauh ke area selatan bali naik motor tapi sampe sana ga ngapa-ngapain karena doi ga mau bayar apapun. Dan baru kali ini dapet temen sepelit ini hahaha. Tapi ya sudah, mau bagaimana kan. Sorenya pun kita ke beachwalk lagi karena doi mau beli baju untuk surfing besok pagi. Karena seharian hanya muter-muter ke Uluwatu tanpa melakukan apapun, akhirnya malamnya kita berenang di kolam hotel setelah makan malam di Nook, dia sih yang renang, akunya besok aja abis surfing.
Besoknya pukul 7 pagi Dominica membangunkan saya untuk siap-siap surfing pukul 8 di Legian. Sampai Pantai Legian kita langsung ke Pulau Biru Surf dan melakukan pemanasan. Ternyata Pulau Biru Surf ini menyediakan baju untuk surfingnya juga (tidak beserta celana ya), baju yang di beli Dominica sia-sia saudara, tapi kalau mau tetap memakai baju kalian sendiri juga gapapa sih. Surfing selama 1 jam selesai, hasil gopronya ternyata hanya 1 video berdurasi 12 detik saja dan 1 potret foto saat kita berdiri di papan surfing (kirain selama surfing itu di videoin). Sebenernya kalau disuruh milih saya lebih memilih di dreamland saja buat surfing, airnya lebih bersih dan biru disana. Selesai surfing langsung pulang ke Hotel dan berenang disana sampai laper. Lalu ke Kind Cafe seberang hotel untuk lunch (yang ternyata mahal doang dan bukan selera saya), dan cafe ini tidak menyediakan split bill which is a big no for me.
Lalu kita lanjut ke Canggu dan mencari oleh-oleh yang tidak begitu memuaskan buat Dominica. Sorenya saya ajak doi ke cafe di area Pantai Batu Bolong, namun entah mengapa si Dominica moodnya lagi buruk. Parkiran dikira tempat cafe yang aku maksud, udah kujelasin kalau ini cuma parkiran kita harus jalan lagi ke cafe dia cuma bilang “ini cuma pantai, ga ada spesial-spesialnya.” oke kita balik. Kesel sebenernya denger orang komplain terus tanpa mau ndenger penjelasan kita tu. Tapi aku hanya bisa mengalah dan aku ajak ke Pantai Batu Belig alias pulang ke seminyak tanpa menemukan apa-apa di Canggu kecuali gelang baru doi disana.
Di Pantai Batu Belig kita menikmati sunset bersama dan setelahnya kita bablas ke Khrisna diarea Kuta untuk mencari oleh-oleh si doi. Sayangnya lagi, kaos yang dia mau tidak ada di Khrisna jadi dia memutuskan untuk mencari sendiri sepulangnya kita di hotel. Karena saya sudah lelah juga, sayapun tidak menawarkan bantuan lagi ke doi. Saya memilih makan malam bersama Lynn dari China yang malam itu saya kenal di hotel. Lynn sangat berbeda dengan Dominica yang selalu komplain, Lynn ini pembawaannya tegas dan oke dengan apapun yang saya tawarkan asal saya jelaskan ini itu apa itu tu apa ke dia. Selesai makan kita memutuskan untuk berenang di kolam dan pada saat itulah saya tahu kalau doi merupakan owner sebuah startup di Beijing China. Wow.
Malam sebelum tidur, saya ikut membantu Dominica packing untuk kepulangannya ke Ceko esok pagi. Meskipun dia suka komplain, tapi anak ini asyik banget diajak bercanda, murah senyum, dan baik. Semua kekesalan sudah kubuang saat itu karena akupun tahu di sisi lain dia juga baik dan kita suka sama-sama saling menertawakan kebodohan kita. Becandaanku selalu bisa membuat dia ketawa, pun becandaan dia selalu bisa membuatku ketawa, kita tetep partner terbaik diluar sisi dia yang suka komplain itu. Saya tidur saat dia selesai packing dan kitapun berpisah saat saya bangun dengan berpelukan kesian kalinya, kangen oi sama dia.
Pagi itu saya ke area dapur hotel untuk sarapan roti yang ga begitu saya suka, tapi dari sana saya bisa bertemu banyak orang baru dan berbincang. Waktu sarapan adalah waktu terbaik untuk bertemu sesama fakir teman,
Bersama Lynn saya pesan Nasi Campur di Nook serta Infused Water. Lumayan juga rasa Nasi Campurnya, ditambah dengan suasana cafenya yang sangat cozy dan berbeda dengan saat malam saya kesana bersama Dominica. Karena Bali yang panasnya ga kira-kira, kitapun pulang lagi ke hotel dan memutuskan untuk berenang dan keluar lagi saat panasnya agak mendigan. Namun Lu dan 2 orang lainnya mengajak kami ke Potato Beach Club, tanpa babibu cao lah kita kesana.
Di potato beach club ada kursi yang bisa kita duduki dengan minimal spending senilai 750k dan 1000k diarea sunbathing. Jangan khawatir dulu, ada juga kok yang tanpa minimal pengeluaran di area yang teduh (orang asia biasanya milih yang ini). Karena kita berlima, kita bisa mix pengeluaran kita dan memilih kursi di minimal spending 750k, well sebenernya saya dan lynn lebih memilih kursi yang teduh sih, tapi 3 orang lainnya tidak sependapat dengan kita. Setelah mendapatkan tempat, mereka bertiga langsung berenang di kolam dengan beer ditangan mereka. Saya dan lynn hanya tiduran di kursi hingga panas menyergap kita dan saya memutuskan untuk pulang duluan. Lynn karena tidak mau mengeluarkan uang lagi ikut pulang bersama saya ke hotel, doi langsung makan di hotel dan mengambil baju renangnya untuk kembali lagi ke Potato Beach tanpa order apapun lagi. Saya memilih untuk jalan ke Canggu lagi untuk menikmati sunset terakhir saya di Bali dengan memotret surfer dibawah cahaya senja disana.
Keputusan saya ternyata sangat tepat, saya sangat menikmati detik-detik saya di Canggu, tepatnya di SandBar Pantai Batu Bolong. Banyak surfer disana, lebih banyak ketimbang di Pantai Kuta ataupun Pantai Batu Belig maupun pantai di area Potato Head Beach Club. Saya menyukai suasana sunset dimana para surfer menanti ombak datang ditengah lautan sana dengan cahaya langit yang pelan-pelan redup ditelan malam. Menurut saya itu merupakan moment-moment romantis dimana seorang surfer bisa menikmati suara ombak tanpa gangguan suara-suara lainnya ditengah sana, tenggelam didalam pikirannya sendiri sambil menikmati matahari tenggelam dan cahaya senja yang pelan-pelan datang dan pergi begitu saja. Pada saat itu saya tahu bahwa saya cemburu dengan para surfer ini.
Into the Dusk in Batu Bolong Beach, Bali |
Selesai makan malam, saya dan L (kenalan lain dari Korea) berenang bersama di kolam renang sampai Lynn datang dan kamipun beristirahat sebentar di Dormitory kami sebelum akhirnya Lynn & L melanjutkan clubbing di Mexicola
Pagi tanggal 25/12 datang, setelah packing selesai saya menitipkan keril saya ke resepsionis hotel dan –pura-pura- sarapan di kitchen hotel. Lynn seperti biasa ikut kemanapun saya melangkah, saya ajaklah dia brunch di Warung Sulawesi belakang hotel kami. Makanannya enak, tapi sedikit mahal dan tempatnya banyak nyamuk. Makananpun belum sepenuhnya siap padahal saat itu sudah lebih dari jam 11.30 siang. Saya yang awalnya ingin memperkenalkan es pisang hijau ke Lynn akhirnya gagal karena sampai saya selesai makanpun es tersebut belum juga selesai dibuat. Dengan sedikit kecewa saya dan Lynn kembali ke hotel, sambil menanti pukul 1 tiba dan saya pulang ke Purwakarta.
Lucunya, saat saya di Bandara Ngurah Rai saya bertemu Pilar (Belanda) yang sebelumnya satu dormitory dengan saya di Seminyak. Pilar hanya sehari di hotel dan pindah ke Canggu setelahnya, kita sempat bertukar akun Instagram namun belum berkomunikasi lagi setelah itu. Saat saya ke Canggu sendirian, saya bertemu Pilar di jalan dan kita ngobrol sebentar serta saling mengucapkan salam perpisahan. Well, kita ketemu lagi di Bandara hari itu tanpa kita rencanakan dan lucu aja bisa 2 kali bertemu orang yang sama tanpa sengaja hahaha. Kita sama-sama terlalu cepat sampai di Bandara ternyata, Pilar saat itu menuju Flores bersama temannya Sann dan pesawatnya masih pukul 16.10, saya pulang dengan jadwal pesawat pukul 16.00, dan saat itu masih pukul 14.00. Kami putuskan untuk makan siang bersama sebelum akhirnya kami benar-benar berpisah.
Solo backpacking mengajarkan saya untuk menjadi orang yang harus bisa bersosialisasi dengan orang lain. Satu kata “Hi” bisa mengantarkan kita ke pembicaraan yang asyik, apalagi dilanjutkan dengan kalimat “Where are you from?” kemungkinan besar akan membawa kita ke tahap pertemanan yang tak terduga. Sebagian backpacker/traveler yang menginap di Hotel bertipe dormitory adalah para fakir teman atau solo backpacker yang sangat open untuk membuka link pertemanan dengan siapapun, jadi jangan ragu untuk menegur siapapun disana. Manfaatkan area bersama seperti kitchen atau lounge dengan sebaik-baiknya, apalagi saat waktu sarapan dan malam sewaktu semua orang pulang dan beristirahat di lounge. Saat-saat itu merupakan saat yang tepat untuk saling bertegur sapa, siapa tahu besoknya bisa jalan bareng kan.
Teman Swedia saya pernah bilang ke saya seperti ini,
Teman : “I always travel in Europe with my friends, that’s why I
always booked some Airbnb together. But, if I travel to SEA I always booked a
Hostel.”
Saya : “Why?”
Teman : “Because I wanna meet someone. If I booked the Hostel I
have more chances to meet another traveler who’s doing solo as well.” dia juga bilang kalau dia selalu jalan sendiri kalau ke
Asia/SEA.
Jangan pernah berpikir bahwa Hostel hanya buat mereka yang ga punya uang ya, karena kalau saya spill disini nih, rata-rata kenalan saya di Hostel merupakan seorang CEO, Direktur, Dokter, Model, dan lain sebagainya. Saya cukup terkesan dengan mereka, mereka tidak pernah mengungkapkan secara langsung bahwa pekerjaan mereka adalah A atau B, saya tahu setelah kami berpisah dan saat saya melihat deskripsi serta foto-foto mereka di Instagram.
Jangan pernah berpikir bahwa Hostel hanya buat mereka yang ga punya uang ya, karena kalau saya spill disini nih, rata-rata kenalan saya di Hostel merupakan seorang CEO, Direktur, Dokter, Model, dan lain sebagainya. Saya cukup terkesan dengan mereka, mereka tidak pernah mengungkapkan secara langsung bahwa pekerjaan mereka adalah A atau B, saya tahu setelah kami berpisah dan saat saya melihat deskripsi serta foto-foto mereka di Instagram.
No comments:
Post a Comment